-->
Fachrul Akbar Tirtawidjaja
Fachrul Akbar Tirtawidjaja Seseorang yang senang berjalan jauh, memotret, dan menuangkan pikirannya kedalam bentuk tulisan tak baku tapi menyelipkan idealisme karena perutnya mulai kenyang, menyukai sepak bola tapi dari sudut pandang berbeda.

Pertarungan Facebook, Twitter dan Instagram Dari Masa ke Masa Untuk Mendapatkan Hati User

Ilustrasi Gambar : Studykinase

Fenomena media sosial kini telah berkembang pesat sekali, orang-orang tak perlu lagi menggunakan laptopnya untuk bersosial di dunia maya. Dunia yang katanya sangat fana ini kini bisa di akses dimana saja menggunakan smartphone. Persaingan harga dan spesifikasi smartphone dari berbagai brand tentu sangat mempengaruhi perkembangan sosial media saat ini.

Sebelumnya saya telah menyinggung tentang fenomena anak muda yang berhijrah dari Facebook ke Instagram. Kebanyakan alasan mereka hijrah ke Instagram adalah tampilannya yang dianggap lebih enak di pandang ketika di buka di smartphone, sedangkan Facebook tidak demikian. Sekarang coba buka keduanya di PC atau Laptop. Facebook akan terasa lebih elegan dibandingkan Instagram. Kesimpulan saya pribadi, keduanya memang di peruntukan untuk perangkat yang berbeda, Facebook untuk Desktop dan Instagram untuk smartphone.

Satu hal lagi yang mungkin tidak orang-orang sadari adalah saat dulu kita pertama kali menggunakan Facebook, kita lebih senang “berteman” daripada like Fanspage, sementara para artis atau orang ternama lebih banyak menggunakan Fanspage nya. Sebagai user, kita pribadi kurang senang ketika berhubungan dengan admin Fanspage dibandingkan dengan Facebook pribadinya. 

Setali tiga uang, masalah yang kedua pun sama-sama berhubungan. Dahulu Facebook lebih terkenal menggunakan nama daripada username, sedangkan instagram sebaliknya. Masalah yang kemudian timbul adalah nama bisa dibuat sama persis oleh beberapa akun, sedangkan username tidak (minimal ada satu karakter berbeda). Itulah mengapa sangat mudah mendeteksi akun asli atau cloningan di instagram dibandingkan dengan di Facebook.

Bagaimana dengan twitter?

Saya rasa para pengguna twitter terbagi kedalam dua generasi. Pertama adalah orang-orang terdahulu yang menggunakan twitter sebelum sering terjadi “perang hastag” di twitter. Dan yang kedua, orang-orang yang setelah terjadi. Para generasi pertama saya kira lebih pasif, karena saat itu lebih kalah pamor dengan Facebook. Dimana saat itu orang-orang sering update status di “dindingnya” atau menulis pesan di “dinding” temannya. Pengguna Facebook saat itu tak perlu belajar cara membaca sebuah status dari belakang seperti hal nya di Twitter.

Saking mudahnya inilah saat itu jutaan orang tiap detik update status. Mereka tak peduli status itu senang, sedih, pribadi, umum. Saat itu yang terjadi adalah sebuah kebanggaan karena merasa di perhatikan semua teman Facebooknya. Padahal itu hanya ilusi yang diciptakan diri sendiri. Teman-teman di dunia maya hanya “ingin tahu” tapi sebenarnya tak peduli dengan masalahmu.

Setelah Twitter cukup lama ditinggalkan penggunanya, kemudian muncul lah generasi receh di Twitter. Generasi ini saya anggap generasi kedua. Pada saat generasi inilah orang orang lebih sering update status di Twitter atau yang lebih sering kita sebut nge tweet. Terlebih karena yang ditulis adalah kebenyakan jokes-jokes receh yang mudah diterima. Pada saat itu pula Twitter mengganti tampilannya. Sebuah tweet tak perlu lagi dibaca dari belakang. Tinggal klik thread, satu utas langsung muncul. Ketika sebuah tweet di retweet pun tampilan nya sudah seperti status Facebook yang di like.  

Dengan adanya fitur “Thread” itulah twitter menurut saya menjadi ramai kembali. Satu masalah bisa dibikin beberapa tweet tapi tentunya dengan satu Thread. Inilah kemudian yang menurut saya mengalahkan Facebook, dimana fitur ini tak ada, walaupun di Facebook sebetulnya bisa nulis panjang. Tapi pembagian tulisan menjadi beberapa tweet ini bisa membanjiri halaman depan secara terus menerus. Twitter juga mengusung username seperti instagram, sehingga membuat user “seolah-olah” dekat dengan seorang idola nya. 

Satu hal yang harus di akui kalah telak oleh Facebook. Saat itu hastag yang dimiliki Twitter sangat laris. Sehingga orang-orang akan membahas satu fenomena yang sama dalam satu waktu. Ini yang kemudian menjadikan Twitter perang hastag. Facebook bukannya tinggal diam, ia pun sempat membuatnya. Namun entah kenapa tak banyak dipakai oleh penggunanya. Namun perusahaan ini tak sampai disitu, ia pun mengakuisisi Instagram, dimana Instagram ini juga sangat populer oleh hastagnya. Instagram pula sebetulnya yang membuat fitur insta story laris, padahal kalau merunut ke belakang fitur ini lebih dulu dipakai oleh para pengguna snap chat. Namun saat itu fenomena user Facebook hijrah ke Instagram sangat besar sehingga story snapchat kalah saing. 

Kini, setelah Facebook mengakuisisi Whatsapp, fitur story pun sudah masuk ke Whatsapp. Orang-orang lebih senang update status di Whatsapp ketimbang di story Instagram. Beberapa teman mengaku kalau yang melihat story di Whatsapp lebih bersifat teman dekat, tidak seperti di Instagram yang lebih random. Di lain sisi Instagram juga kini telah memiliki fitur reels dan akan lebih mempopulerkan fitur reels nya tersebut ketimbang fitur feeds untuk foto. Menarik untuk kita tunggu perkembangan selanjutnya.

Fachrul Akbar Tirtawidjaja
Fachrul Akbar Tirtawidjaja  Seseorang yang senang berjalan jauh, memotret, dan menuangkan pikirannya kedalam bentuk tulisan tak baku tapi menyelipkan idealisme karena perutnya mulai kenyang, menyukai sepak bola tapi dari sudut pandang berbeda.

Comments