-->
Fachrul Akbar Tirtawidjaja
Fachrul Akbar Tirtawidjaja Seseorang yang senang berjalan jauh, memotret, dan menuangkan pikirannya kedalam bentuk tulisan tak baku tapi menyelipkan idealisme karena perutnya mulai kenyang, menyukai sepak bola tapi dari sudut pandang berbeda.

Datangnya Perasaan Tak Bisa Dihindari, Terbalasnya Perasaan Tak Bisa Dipaksakan

Datangnya Perasaan Tak Bisa Dihindari, Terbalasnya Perasaan Tak Bisa Dipaksakan

Kamu mungkin pernah mengutuk dirimu sendiri, mengutuk sejenak perasaan yang terus membelenggu di dalam benakmu sendiri. Bertanya pada dirimu sendiri, mengapa Tuhan selalu menjadikanmu korban atas perasaan yang tak terbalas? Berulang kali pula kamu coba untuk menolak, pergi ke tempat terjauh versimu agar dapat menolak perasaan yang datang. Kamu sudah benar-benar tahu, itu adalah ketidakmungkinan yang harus di relakan secepatnya. Kamu pun dengan penuh kesadaran harusnya sudah selesai sejak saat itu.

Kala itu waktu memang sedang memberimu pelajaran. Sekuat apapun kamu menolak, hukum kebalikan malah menabrakmu dengan lebih ganas. Ia selalu menampakan wajah nya ketika kamu sedang belajar untuk menghapus segala perasaan yang menyelinap di antara delusi dan kenyataan. Lagi-lagi kala itu adalah cerita indah yang terjadi. Waktu seakan memberimu ruang untuk menikmati setiap keindahan yang diberikannya. Menikmati lukisan-lukisan indah di sudut kota kemudian memotretnya menjadi sebuah keabadian.

Lambat laun kamu jadi menikmatinya, hingga memunculkan sebuah hipotesis baru. Apakah perasaan dia bisa berubah? Kini giliran kamu yang mengujinya. Dengan sangat terstruktur kamu menguji hipotesis-hipotesismu. Taraf alpha yang digunakan pun kamu gunakan 0,01 yang berarti ketepatan ujian itu mencapai 99,99%. Tapi, lagi dan lagi kesimpulan nya menunjukan kamu harus balik kanan, tak hanya pulang. Kamu harus mencari cara agar lupa dan terhindar dari waktu yang sering memberikanmu delusi.    

Di sudut kamar, perasaan dan logikamu seperti sedang bertempur. Membahas sekelumit peristiwa tadi siang, atau membahas chat yang baru saja begitu singkat, seperti sebuah rambu-rambu lalu lintas yang menyuruhmu untuk berhenti. Kini logikalah sedang memenangkan pertempuran, ia menguasai seluruh tubuhmu. Kamu seolah menjadi brutal, dan bergumam,

"Menjadi pelangi untuk seorang yang buta warna adalah sebuah kebodohan" 

Tentu, kalimat itu menjadi paradoks untuk dirimu sendiri. Kamu menganggap itu bukan salahnya. Menjadi buta warna pun bukan keinginan nya. Bukankah kamu sendiri yang menjadikannya pelangi. Sekali lagi ia tak memintanya.  

Kini pikiranmu pun dewasa, kamu tak lagi menggerutu. Perasaan mu seakan ikhlas begitu saja. Kamu seolah menerima kalau Perasaan datang begitu saja, tak bisa kamu tolak, begitu pun terbalasnya perasaan, tak bisa dipaksakan. Tugasmu hanya menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya. Setiap orang akan memberikan ceritanya masing-masing, menyenangkan atau memberimu pelajaran. 

Tatap lah hal-hal baru. Meskipun kamu sudah lupa caranya PDKT, bukan berarti kamu harus benar-benar menghindar dari hal-hal yang sebetulnya begitu menyenangkan. Pasrah itu bukan berarti tanpa ikhtiar. Aku percaya, banyak hal yang kamu temui di masa lalu membuatmu tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan menyenangkan. Kamu punya begitu banyak referensi untuk melanjutkan hidupmu yang bahagia. Akhir tulisan ini saya ingin mengutip sebuah kalimat dari Fiersa Besari.

"Jatuh hati itu tidak bisa memilih, tuhan memilihkan. Kita hanyalah korban. Kecewa adalah konsekuensi, bahagia adalah bonus

Fachrul Akbar Tirtawidjaja
Fachrul Akbar Tirtawidjaja  Seseorang yang senang berjalan jauh, memotret, dan menuangkan pikirannya kedalam bentuk tulisan tak baku tapi menyelipkan idealisme karena perutnya mulai kenyang, menyukai sepak bola tapi dari sudut pandang berbeda.

Comments