-->
Fachrul Akbar Tirtawidjaja
Fachrul Akbar Tirtawidjaja Seseorang yang senang berjalan jauh, memotret, dan menuangkan pikirannya kedalam bentuk tulisan tak baku tapi menyelipkan idealisme karena perutnya mulai kenyang, menyukai sepak bola tapi dari sudut pandang berbeda.

Story di Sosial Media Tak Cukup Untuk Menyelami Cerita Seorang Sahabat Yang Begitu Dalam Tentang Keadaannya Hari Ini

Mabistu

Malam ini saya kembali memutar lagu-lagu dari Pidi Baiq. Dua hari lalu saya baru saja merasakan tertawa lepas yang luar biasa. Entah sudah berapa lama saya tidak merasakan hal seperti itu. Bahkan saya sendiri tak menyangka masih punya tempat yang luas untuk merasakan nikmat tertawa tanpa jeda di lubuk hati paling dalam. Kata orang, “people come and go”, tapi saya berpikir kalau mereka tidak benar-benar pergi dari perasaan yang paling dalam ini.

Beberapa tahun terakhir saya sering kali tak punya alasan untuk pulang ke rumah, selain untuk bertemu ibu. Seringkali saya lebih merindukan Bandung daripada tempat kelahiran. Bandung telah memberikan cerita cinta dan persahabatan yang luar biasa. Sejak saat itu saya selalu merasa tak punya perasaan yang dalam dengan tempat kelahiran.

Tampaknya Allah senang menguji hambanya yang sombong. Saya seolah ingin menjilat ludah sendiri. Dua hari lalu saya benar-benar dibawa ke Banjar yang sedalam-dalamnya. Waktu seolah berputar kembali ke tahun 2011 – 2014. Itu adalah rentan waktu dimana saya menghabiskan waktu untuk sekolah SMK. Ternyata 3 tahun adalah cerita yang panjang. Mempunyai sahabat yang sedikit “gila”  seperti mereka membuat cerita di sekolah menjadi “Tidak Flat”. Cerita tentang remidial matematika 500 nomor mungkin akan selalu terkenang, atau cerita tentang seorang teman yang tertinggal Bus saat karyawisata karena tidak bangun pagi akan selalu di ulang.

Lebih dari itu, perasaan saya benar-benar dibuat seperti kembali ke “waktu itu”. Saya masih ingat ketika pulang sekolah, lalu motoran keliling kota entah kemana, atau nongkrong di rumah saya sendiri yang sudah seperti basecamp. Ibu saya termasuk orang yang senang ketika rumahnya ramai oleh teman anak-anaknya. Seringkali ibu khatam cerita cinta teman-teman saya karena seringnya kami berkumpul. Rumah saya seperti terminal yang ketika seorang teman akan apel dia akan mampir dulu ke rumah saya lalu dia pergi berdua, kemudian setelah mengantar pacarnya pulang, ia kembali nongkrong di rumah saya.

Saya jadi teringat kalau kelas kami seperti sudah punya jadwal “ngaliwet”. Kami selalu saja punya agenda untuk mengunjungi rumah seorang teman. Bahkan kami pernah membuat acara ngaliwet di rumah seorang guru saking akrab nya. Saya pun menyadari kalau cerita cinta bersama mereka tidak kalah hebatnya dengan ketika saya di Bandung. Tak bisa dipungkiri kalau cerita cinta lokasi memang benar adanya, tapi life must go on. Kami tak pernah mengusik satu sama lain atas cerita itu. Kini sudah berjalan dengan pasangan dan cerita nya masing-masing. Beberapa bahkan sudah punya anak. Saya termasuk yang belum menikah ketika cerita ini saya tulis. Mungkin cerita saya belum berakhir, semua masih menjadi misteri, berlabuh dimanapun saya hanya berharap semua akan baik-baik saja. Di kota manapun, dengan siapapun!

Akhir tulisan ini saya hanya menyadari satu hal. Jarang bertemu memang membuat lupa kalau kita punya perasaan yang dalam tentang persahabatan. "Story di sosial media tak cukup untuk menyelami cerita seorang sahabat yang begitu dalam tentang keadaannya hari ini". Kita harus bertemu lagi!

Sebagai penutup saya ingin mengutip kalimat dari pidi baiq :

“Tenang saja, perpisahan tak menyedihkan, yang menyedihkan adalah bila habis ini saling lupa. Tenang saja, perpisahan tak menyakitkan, yang menyakitkan adalah bila habis ini saling benci. Bahwa kita pernah selalu bersam-sama”
    

Fachrul Akbar Tirtawidjaja
Fachrul Akbar Tirtawidjaja  Seseorang yang senang berjalan jauh, memotret, dan menuangkan pikirannya kedalam bentuk tulisan tak baku tapi menyelipkan idealisme karena perutnya mulai kenyang, menyukai sepak bola tapi dari sudut pandang berbeda.

Comments