-->
Fachrul Akbar Tirtawidjaja
Fachrul Akbar Tirtawidjaja Seseorang yang senang berjalan jauh, memotret, dan menuangkan pikirannya kedalam bentuk tulisan tak baku tapi menyelipkan idealisme karena perutnya mulai kenyang, menyukai sepak bola tapi dari sudut pandang berbeda.

Fase Quarter Life Crisis dan Memasuki Kepala 3

Fase Quarter Life Crisis dan Memasuki Kepala 3

Memasuki seperempat abad usia kehidupan rasanya banyak hal-hal baru yang telah berubah. Dulu kamu memandang aneh ketika seorang guru bilang ingin menjadi siswa lagi. Kamu, saat itu malah pengen cepat-cepat mengakhiri pelajarannya kemudian pergi ke kantin, atau kalau dengan makna yang lebih luas, kamu ingin cepat-cepat lulus lalu dapat kerjaan dan menghasilkan uang. Kala itu, bayanganmu menjadi orang dewasa begitu menyenangkan karena bisa melakukan segala hal dengan penghasilan yang kamu punya. Kini setelah masuk fase quarter life crisis kamu seolah mengaminkan perkataan gurumu dahulu.

Fase ini memang menjadi seperti patahan lempengan tektonik jika kamu mengamati teori gempa bumi. Perubahannya begitu cepat, tidak seperti saat kamu lulus SD lalu SMP, lanjut lagi SMA, kemudian Kuliah. Kamu merasa hari ini tak merasa siap-siap banget menjadi orang dewasa. Banyak hal-hal yang menamparmu kini. Kamu seolah dibenturkan oleh mimpi dan realita kehidupan. Idealisme yang sedari dulu tumbuh kini perlahan memudar. Kamu banyak legowo atas segala sesuatu yang terjadi. Kamu menepis ucapan "usaha tidak akan menghianati hasil". Jika kamu muslim, kamu lebih percaya dengan dua istilah yaitu kata "Ikhtiar" dan "Tawakal".

Di usia ini pula kamu bakal merasakan kesepian yang luar biasa. Kamu seolah merasa terasing dari teman-teman sepermainanmu. Teman-temanmu yang dulu akrab, kini hanya berhubungan lewat ponsel saja, atau lebih parah lagi, hanya menjadi view story nya saja. Maklum, mau membalas story nya juga kamu merasa topik yang dibicarakannya sudah beda. Mau tiba-tiba menghubungi juga takut mengganggu sedang kerja atau takut juga mengganggu istirahatnya. Kalau kamu ingat-ingat, dahulu di sosial media kamu malah lebih banyak bercanda hal-hal receh dengan sahabatmu, kamu tak perlu mencari topik yang sama, toh tiap hari topiknya pasti sama.

Akhirnya kamu pun mencoba untuk "seolah-olah berdamai dengan waktu". Di usiamu kini yang telah melewati seperempat abad kamu mulai belajar untuk menerima segala hal yang terjadi diluar kuasamu. Kamu mungkin merasa gagal atas tindakanmu yang sudah kamu ambil di fase sebelumnya. Kamu melihat teman-temanmu yang sudah sukses, entah itu bisa menikah, membeli mobil, membeli rumah atau bahkan mempunyai semuanya. Sementara kamu masih begini-begini aja. Mau menikah pun kamu merasa pekerjaanmu belum bisa dibilang safety-safety banget. Tapi fase quarter life crisis pun sudah mau berakhir, beberapa tahun kedepan kamu memasuki usia kepala tiga. Sungguh hidup di dunia ini rasanya kok malah semakin cepat.

Saat di kamar sendirian, kamu mulai menimbang-nimbang tentang langkahmu yang akan diambil beberapa tahun kedepan. Jangan sampai salah lagi, jangan sampai ketinggalan lagi. Padahal kalau saya boleh berpendapat, 

"Kesuksesan orang lain bukan berarti kegagalan kamu"

Tapi manusia tetaplah manusia, semua akan dibatasi oleh akal dan pikiran, langkah-langkahmu tetap akan kamu ukur sesuai dengan kemampuanmu. Semua hal yang kamu ukur pasti akan melibatkan sisi Ekonomi, Sosial Budaya, dan Spiritual. Kamu pun mulai berfikir untuk menikah terlebih dahulu, terlebih hari ini jiwamu sedang merasa kekosongan. Saat berfikir secara rasional di kamar, pikiranmu selalu saja berkecamuk tentang betapa ribet nya menikah. Harus membiayai istri dan anak, jika kamu perempuan, harus mengurusi suami dan anak, bersahabat dengan keluarganya. Belum lagi kamu sering membaca kasus-kasus perceraian yang disebabkan masalah ekonomi dan sosial. Kamu seolah-olah menyerah dengan fakta di atas. "Apakah berumah tangga se-transaksional itu?"

Tapi setelahnya kamu pun berfikir sebaliknya, kamu merasa ada sesuatu yang kosong di perasaanmu. Kamu tak lagi tertarik ketika melihat temanmu membuat story sedang liburan, kamu tak lagi tertarik ketika dia story dalam sebuah mobil yang di belinya. Kamu hanya berfikir, "Apakah dia se-bahagia itu?". Hari ini kamu hanya tertarik ketika melihat temanmu yang sedang bercengkrama dengan orang-orang yang diinginkan nya, entah itu kekasihnya, suami/istrinya, atau teman-teman baru nya. "Satu hal yang hari ini kamu butuhkan ternyata keterikatan perasaan". Hal inilah yang mungkin kamu rindukan. Fase-fase yang telah kamu lalui sudah banyak memberikanmu pelajaran, banyak hal-hal yang nampaknya tidak bisa dinilai dengan uang. Dan fase inilah yang mungkin akan kamu tapaki beberapa tahun kedepan. Akhir dari tulisan ini saya akan mengutip kata-kata dari sebuah wawancara di Youtube.

With money you can buy a house but not home
With money you can buy a clock but not time
With money you can buy a bed but not sleep
With money you can buy food but not appetite
With money you can buy a doctor but not good health
With money you can have insurance but not safety

Fachrul Akbar Tirtawidjaja
Fachrul Akbar Tirtawidjaja  Seseorang yang senang berjalan jauh, memotret, dan menuangkan pikirannya kedalam bentuk tulisan tak baku tapi menyelipkan idealisme karena perutnya mulai kenyang, menyukai sepak bola tapi dari sudut pandang berbeda.

Comments